Situs purbakala yang merupakan peninggalan sejarah bernilai historis,
seni dan budaya adalah sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan
untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana
terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Namun kondisi situs purbakala tersebut
mulai rapuh dan terbatas, tidak banyak masyarakat yang mengetahui
sejarah dan kondisinya sehingga diperlukan suatu cara untuk menjaga
sejarah serta budaya dalam segala keberagamannya. Oleh karena itu,
diperlukan sistem informasi untuk membantu dalam hal menjaga sumber daya
budaya yang ada. (Penjelasan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya).
Keberadaan Situs Purbakala Candi Abang;
Koordinat:
7°48′37″LS 110°28′12″BT / 7,810154°LS 110,470104°BT
Lokasi Candi Abang berada di Dusun Sentonorejo, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Sleman Yogyakarta. Untuk mencapai candi tersebut, bisa mencari Jalan Jogja-Solo, tepatnya di Prambanan. Begitu Sampai di Terminal Prambanan, cari Jalan Raya Jogja-Piyungan Km 8. Di situ, ada papan penunjuk kearah kanan (barat) bertuliskan Candi Abang dan Gua Sentana. Candi Abang berada di puncak bukit di pinggir jalan desa, 1,5 kilometer sebelah Barat Jalan Raya Jogja-Piyungan. Akses ke lokasi bagus dan bisa ditempuh kendaraan roda empat. Hanya saja, begitu menuju puncak bukit, agak rusak dan hanya bisa ditempuh jalan kaki atau sepeda motor. Wisatawan bisa menggunakan kendaraan umum. Yaitu, cari bus yang melewati Jalan Raya Jogja-Piyungan
Koordinat:
7°48′37″LS 110°28′12″BT / 7,810154°LS 110,470104°BT
Lokasi Candi Abang berada di Dusun Sentonorejo, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Sleman Yogyakarta. Untuk mencapai candi tersebut, bisa mencari Jalan Jogja-Solo, tepatnya di Prambanan. Begitu Sampai di Terminal Prambanan, cari Jalan Raya Jogja-Piyungan Km 8. Di situ, ada papan penunjuk kearah kanan (barat) bertuliskan Candi Abang dan Gua Sentana. Candi Abang berada di puncak bukit di pinggir jalan desa, 1,5 kilometer sebelah Barat Jalan Raya Jogja-Piyungan. Akses ke lokasi bagus dan bisa ditempuh kendaraan roda empat. Hanya saja, begitu menuju puncak bukit, agak rusak dan hanya bisa ditempuh jalan kaki atau sepeda motor. Wisatawan bisa menggunakan kendaraan umum. Yaitu, cari bus yang melewati Jalan Raya Jogja-Piyungan
Keutuhan
candi sudah tidak lagi sempurna. Namun, bukan berarti kecantikan dan
keunikan sudah purna. Candi Abang masih kokoh berdiri di puncak bukit
dengan bahan bangunan batu bata. Ukuran alas Candi Abang adalah 36 x 34
meter, dan tingginya belum bisa diperkirakan. Candi ini berbentuk
seperti piramida, dengan sumur di tengahnya. Di candi ini, terdapat
tangga,masuk dan dibuat dari batu putih alias gamping. Selain itu, ada
sebagian batu-batu andesit yang belum diketahui fungsinya.
Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 dan ke-10 pada zaman Kerajaan
Mataram Kuno. Meskipun demikian, candi ini diperkirakan mempunyai umur
yang lebih muda dari candi-candi Hindu lainnya. Candi yang berbentuk
seperti piramid ini dinamakan Candi Abang karena terbuat dari batubata
yang berwarna merah (abang dalam bahasa Jawa). Bentuk candi ini berupa
bukit, sekarang banyak ditumbuhi rerumputan sehingga dari jauh nampak
mirip seperti gundukan tanah atau bukit kecil. Pada waktu pertama kali ditemukan, dalam candi ini terdapat arca dan
alas yoni lambang dewa Siwa berbentuk segidelapan (tidak berbentuk segi
empat, seperti biasanya) dengan sisi berukuran 15 cm. Beberapa orang menganggap Candi Abang merupakan tempat penyimpanan harta
karun pada zaman dahulu kala, oleh karena itu sering dirusak dan digali
oleh orang tidak bertanggung jawab yang mencari harta peninggalan
sejarah dan barang berharga. Hal demikian terjadi misalnya pada bulan
November 2002. Candi
Abang sebenarnya hanyalah gundukan tanah di atas bukit. Bukit ini jika
di musim hujan akan berwarna hijau, sedangkan di musim kemarau tentu
saja gersang. Candi Abang baru akan terlihat berwarna abang (merah) jika
kondisinya benar-benar kemarau dan kering. Seperti pada umumnya,
kebanyakan candi di bangun di atas bukit, karena pada masa lalu tempat
yang lebih tinggi dianggap sebagai tempat yang suci (tempat tinggalnya
dewa-dewi).
Keunikan dari Candi Abang adalah candi ini dibangun dengan batu bata
merah. Kenapa unik? Apakah tidak ada candi lain yang dibangun dengan
batu bata merah
Nah,
ini yang sangat menarik buat saya. Pada umumnya candi di Jawa Tengah
adalah bangunan candi yang dibangun dengan batu andesit. Apa sih batu
andesit? Batu andesit adalah batuan beku vulkanik. Bisa bayangin khan
batu-batu gede yang dimuntahkan Gunung Merapi. Nah, batu kayak gitu
namanya batu andesit. Tapi untuk menciptakan candi yang tahan lama,
butuh batuan andesit yang sempurna. Yang kayak apa? Batu andesit sebagai
bahan candi haruslah batu andesit yang terpendam di dalam tanah dan
memang harus ditambang. Batu-batu andesit inillah yang dapat ditatah
membentuk kotak-kotak saling kunci yang membentuk susunan candi.Candi Abang |
Batu andesit bukanlah satu-satunya batu yang digunakan sebagai penyusun candi. Ada juga batu bata merah. Di sinilah letak ciri khas dan perbedaannya. Candi di Jawa Tengah pada umumnya terbuat dari batu andesit. Sedangkan candi di Jawa Timur terbuat dari batu bata merah. Kalau dilihat dari kualitas tahan lama, tentu batu andesit lebih tahan lama. Contohnya Candi Sambisari di Sleman, meski sudah bertahun-tahun tertutup lahar Gunung Merapi, tetapi masih bisa ditemukan lagi dalam keadaan yang utuh (meski tidak sempurna).
Berbeda dengan candi peninggalan Majapahit di Jawa Timur yang umumnya terbuat dari batu bata merah, agak susah mengurai sejarah tentang mereka, karena candi-candi Majapahit rata-rata sudah tidak berbentuk candi lagi, hanya reruntuhan. Kondisi candi berbatu bata merah yang ada di Jawa Timur saat ini rata-rata sudah hasil rekonstruksi dari gambar candi yang ada di buku History of Java milik Raffles. Jadi sudah hasil pemugaran untuk pariwisata. Padahal candi-candi di Jawa Timur rata-rata usianya lebih muda dibandingkan candi-candi di Jawa Tengah. Sedangkan candi di Jawa Tengah dibangun pada masa kekuasaan Mataram Kuno, sebuah era yang jauh lebih tua dari Majapahit.
Itu sebabnya, Candi Abang menarik karena agak tidak lazim saja jika ada candi berbahan batu bata merah di daerah Jawa bagian tengah, khususnya di Yogyakarta. Sayangnya saya tidak bisa bercerita lebih jauh tentang relief yang ada di Candi Abang karena candinya terkubur di dalam tanah.
Candi Abang, Piramida Pelindung Warga
Di lokasi candi tersebut ditemukan yoni, sebagai penanda bahwa candi tersebut merupakan peninggalan agama Hindu. Yoni yang ada di candi tersebut berbentuk heksagon atau segi delapan dengan setiap sisinya berukuran 15 cm. Oh ya, di kawasan Candi Abang, tepatnya sisi Selatan candi ada batu yang menyerupai kodok. Oleh masyarakat setempat dinamai Batu Kodok, meski tanpa ada penjelasan lengkap terkait keberadaan batu tersebut. Di puncak candi, ada sumur yang diberi nama sumur Bandung. Saat berada di lokasi ini, begitu memandang ke bawah dari puncak bukit, bisa disaksikan hamparan sawah dan tanah lapangan yang dimanfaatkan untuk aneka kegiatan.
Mitos
Masyarakat setempat masih ada yang mempercayai, Candi Abang dijaga seorang tokoh yang dituakan dan dihormati. Ia bernama Kyai Jagal, yang memiliki badan besar dan berambut panjang.
Kyai Jagal merupakan pelindung dari segala kerusakan. Pada zaman Jepang, penduduk sering berlindung di candi tersebut, karena ada kepercayaan. Kyai Jagal akan melindungi mereka. Kepercayaan akan Kyai Jagal sangat besar. Sehingga, ada kisah tentang sebongkah emas sebesar anak kerbau yang dipercaya ada di dalam tubuh Candi Abang, tetap tinggal cerita dan tidak ada seorang pun berani membuktikannya.
Lepas dari semua cerita, setiap tempat (salah satunya candi) memiliki kisahnya sendiri diantara warga masyarakat. Semisal Candi Abang selalu dikaitkan dengan kisah harta karun yang terpedam, atau beberapa kisah tentang tempat mencari pesugihan. Ada kisah-kisah mistis yang warga lokal pernah ceritakan pada saya tentang Candi Abang, misalnya kenapa di atas gundukan Candi Abang tidak ada tanaman besar yang tumbuh? Kenapa hanya rumput? Karena jika kalian mempelajari History of Java milik Raffles, beberapa candi bahkan ditemukan dalam kondisi “dicengkeram” oleh akar-akar tanaman besar. Lalu kenapa di Candi Abang malah tidak ada tanaman yang “mencengkeramnya”?
Ada juga cerita warga lokal, saat-saat tertentu apabila diatas candi ada awan maka awan itu akan berwarna merah, dan tidak semua orang akan melihat hanya orang orang yang dikehendaki saja yang bisa melihatnya.
Apapun kisah dibaliknya, satu yang tak boleh kita lupakan, bahwa tempat ini pernah menjadi salah satu pusat peradaban leluhur kita, sesuatu yang tidak boleh kita abaikan begitu saja. Sesuatu yang sayang sekali jika kalian melewatkannya.
Sumber : candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-yogyakarta-candi_abang_55